PDM Kabupaten Tana Toraja - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Tana Toraja
.: Home > Sejarah

Homepage

Sejarah

SEJARAH SINGKAT MUHAMMADIYAH DI TANA TORAJA

 

Tana Toraja merupakan daerah yang berada di bagian utara jazirah Sulawesi Selatan. Pada masa kerajaan daerah ini merupakan daerah yang berada di bawah pengaruh Kedatuan Luwu yang merupakan kerajaan tertua di Sulawesi. Dan pada masa penjajahan Belanda, Tana Toraja merupakan bagian dari (onderafdeling) Afdeling Luwu.

Jauh sebelum Muhammadiyah masuk ke Tana Toraja yang dibawa oleh S. Machmud (anggota Muhammadiyah Cabang Palopo), terlebih dahulu terbentuk Muhammadiyah Groep Palopo yang kemudian menjadi Muhammadiyah Cabang Palopo (1929). Muhammadiyah di Palopo pertama kali dibawa oleh Andi Djurangga (Vice Voorzitter atau Wakil Ketua) Muhammadiyah Groep Sengkang yang kebetulan juga merupakan seorang bangsawan dari Luwu.

Dengan segala kesungguhan Andi Djurangga berusaha menyebarkan pemikiran Muhammadiyah di kalangan keluarga, sahabat dan masyarakat Luwu. Dengan dibantu sahabat karibnya bernama Abu, Andi Djurangga semakin menggiatkan kegiatannya dalam usaha membentuk Muhammadiyah Groep Palopo.

Usaha yang dilakukan tersebut ternyata membuahkan hasil yang baik, utamanya dengan keterlibatan orang-orang yang telah sepaham, seperti La Tang, Sayid Muhammad dan Sayid Mahmud. Atas usaha mereka ini, berdirilah Muhammadiyah Groep Palopo dengan susunan pengurus sebagai berikut:

Voorzitter (Ketua)      : La Tang

Commissaris               : Sayid Mahmud

                                      Sayid Abdullah

                                      Sayid Muhammad

                                      Andi Taha

                                      Andi Harun

                                      Abdul Gani

                                      La Sappe

                                      Lamusu Daeng Pawelo

Hanya berselang beberapa bulan setelah terbentuk-nya, Muhammadiyah Groep Palopo pun melengkapi barisannya dengan membentuk Aisyiyah Groep Palopo (1928) yang diketuai oleh Sitti Fatimah S, Hizbul Wathan (1928) yang dipimpin oleh Muhsen yang dibantu oleh Sulaiman Umar, Landau Umar Abdullah dan Andi Kasim. Pada tahun 1930, didirikan pula Nasyiyatul Aisyiyah yang diketuai oleh Sitti Zaimah. Dan pada tahun 1931 terbentuk pula Pemuda Muhammadiyah Cabang Palopo yang dipelopori dan dipimpin oleh Sulaiman Umar, Umar Abdullah, Andi Kasim dan Landau.5

Dengan terbentuknya Muhammadiyah Cabang Palopo dengan berbagai Groep dan sayap organisasi di hampir semua wilayah Kedatuan Luwu, maka Muhammadiyah Cabang Palopo kemudian melangkah keluar wilayah Luwu dengan membentuk Muhammadiyah Groep Makale dan Rantepao.

Sekitar tahun 1935, seorang pengurus Muhammadiyah Groep/Cabang Palopo yang bernama Abdul Gani (Wa’na/Wa’ Ganing), bersama S. Machmud (Guru Muda) yang berasal dari Enrekang yang pernah belajar di sekolah Muhammadiyah di Palopo dan menjadi guru sekolah Standar Muhammadiyah di Masamba datang ke Tana Toraja untuk mengembangkan Muhammadiyah. Tidak berselang lama setelah kedatangan keduanya, organisasi Muhammadiyah pun terbentuk di Tana Toraja pada tahun 1935.

Adapun yang pertama kali menjadi pelopor terbentuknya Muhammadiyah Tana Toraja adalah:

 

1.   S. Machmud (Guru Muda) sebagai Ketua        

2.   Abdul Gani (Wa’ Ganing)                                  

3.   Balendeng Makkawaru                                      

4.   Paibing Makkawaru                                           

5.   Ladia                                                                    

6.   Musa                                                                    

7.   Muhammad                                                        

8.   Makkalu

9.   H. Landicing

10. Mattaiyya (M. Thaiyyeb)

11. Canno’

12. H. Dara’

13. Ambo Nandi

14. Ismail (Samaila)

15. Andi Achmad

 

Pada mulanya, organisasi Muhammadiyah Groep Makale ini masih didominasi oleh para pedagang yang berasal dari luar Tana Toraja. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya masyarakat Tana Toraja yang memeluk agama Islam (minoritas). Di samping itu, pengaruh paham Aluk Todolo dan agama Kristen ketika itu juga masih sangat kuat, sehingga penyebaran paham Muhammadiyah masih mengalami kendala.

Kendati demikian, semangat dari para anggota Muhammadiyah Groep Makale tidaklah surut dalam mengembangkan Muhammadiyah dan menyebarkan paham kebebasan dari penjajah. Hal inilah yang menjadikan Muhammadiyah cepat tersosialisasi di Tana Toraja dan semakin membangkitkan semangat rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah.

 

1.  Muhammadiyah Sebelum Kemerdekaan

a.  Zaman Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, tidak terkecuali di Tana Toraja, pendidikan merupakan hal yang sangat sulit didapatkan oleh masyarakat kelas bawah. Selain itu, dominasi paham penjajahan juga semakin mengungkung pemikiran rakyat, sehingga tidak sedikitpun muncul pemikiran untuk merdeka.

Karena itulah, keberadaan Muhammadiyah di Tana Toraja terus berusaha membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kemerdekaan, utamanya melalui pendidikan. Untuk memenuhi maksud tersebut, Muhammadiyah kemudian menggiatkan pembinaan keagamaan dan pendidikan melalui kegiatan pengajian-pengajian. Bahkan sekitar setahun setelah berdirinya, Muhammadiyah pun mampu mendirikan madrasah di Rantepao pada tahun 1936 dan pada tahun 1937 dipindahkan ke Makale.

Melalui pengajian-pengajian dan sekolah inilah, paham Muhammadiyah dan kemerdekaan diajarkan kepada para siswa. Bukan hanya itu, berbagai kegiatan pun dilakukan untuk membangun persatuan di kalangan masyarakat yang diharapkan nantinya mampu membangun kekuatan untuk melakukan perlawanan.

Dalam rangka membangun dan memperkuat basis di kalangan pemuda, Muhammadiyah juga membentuk kepanduan Hizbul Wathan (HW). Kepanduan ini dibentuk di antaranya dengan maksud untuk menumbuhkan dan membangun rasa cinta tanah air dengan semangat Islam. Organisasi kepanduan ini tentu saja memiliki anggota yang terbatas di kalangan pemuda-pemuda yang beragama Islam saja.

Selain itu, Muhammadiyah juga membentuk Pemuda Muhammadiyah. Melalui bantuan organisasi-organisasi sayap inilah Muhammadiyah Makale/Rantepao terus melakukan pengembangan dengan berbagai macam kegiatan dakwah terutama dalam rangka pembinaan aqidah, peningkatan pemahaman agama termasuk pengajaran baris berbaris, dan menanamkan rasa kebangsaan bagi anggota dan masyarakat umum.

Keberadaan Muhammadiyah dengan sekolahnya telah memberikan angin segar bagi masyarakat, utamanya masyarakat Islam yang sudah jenuh dengan keberadaan sekolah zending. Sekolah yang didirikan Belanda ini dirasakan berdampak buruk bagi mental bangsa dan mengubur dalam-dalam tumbuhnya semangat kemerdekaan di kalangan masyarakat.

 

b.  Zaman Pendudukan Jepang

Pada tahun 1942, setelah penjajah Belanda bertekuk lutut kepada Jepang, maka beberapa perubahan pun terjadi, tidak terkecuali pada sistem pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah yang dibangun oleh Belanda. Meski tidak terlalu signifikan, namun sedikit memberi ruang bagi sistem pendidikan yang dibangun oleh Muhammadiyah.

Selama masa penjajahan Jepang, beberapa kurikulum yang dibuat oleh Belanda, meski tidak signifikan, mengalami perubahan. Pelajaran yang paling nampak terjadi perubahan yakni pada pelajaran Bahasa Belanda yang diganti menjadi pelajaran Bahasa Jepang.

Adapun keberadaan sekolah zending yang didirikan oleh Missionaris yang didukung oleh Belanda ditutup oleh Jepang. Sementara sekolah Standar Muhammadiyah masih dibiarkan terbuka. Hal ini menjadi angin segar bagi Muhammadiyah untuk semakin gencar melakukan pembinaan dan berdakwah di Tana Toraja. Untuk itu, Pimpinan Muhammadiyah bekerjasama dengan Pimpinan Hizbul Wathan pun menjadikan sekolah Muhammadiyah sebagai tempat pembinaan untuk menanamkan semangat kebangsaan dan kejuangan bagi warga dan murid-murid Muhammadiyah.

Akan tetapi, angin segar ini ternyata tidak bertiup begitu lama, sebab akhirnya sekolah Muhammadiyah pun ditutup oleh Penjajah Jepang. Atas pertimbangan Pimpinan Muhammadiyah saat itu, Guru Machmud, maka semua murid-murid sekolah Standar Muhammadiyah dan anggota Pandu Hizbul Wathan (HW) diminta untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan perkembangan yang terjadi. Hal ini dilakukan untuk mengatur strategi gerakan, sehingga tidak begitu nampak bagi Jepang.

Berdasarkan pertimbangan Pimpinan Muhammadiyah tersebut, akhirnya beberapa murid-murid sekolah Muhammadiyah dan anggota Hizbul Wathan kemudian masuk menjadi anggota Heiho/Seinendan dan beberapa organisasi gerakan-gerakan Pemuda Jepang lainnya.

 

2.  Muhammadiyah dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, berbagai perlawanan pun terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tidak terkecuali di Tana Toraja.

Melihat situasi ini, Muhammadiyah yang jauh sebelumnya memang telah membangun semangat perjuangan tersebut tidaklah tinggal diam. Dengan berbagai upaya, anggota Muhammadiyah turut ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan.

 

Hal ini terjadi pula di Tana Toraja. Sebagai daerah yang mendapat pengaruh dari Kedatuan Luwu, Tana Toraja banyak dipengaruhi oleh perjuangan yang telah dikobarkan di Luwu yang banyak dimotori oleh orang-orang Muhammadiyah. Tidak terkecuali pada masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, peran Muhammadiyah di Tana Toraja sangat besar.

Beberapa hari setelah Konferensi Raja-Raja Se-Sulsel di Watampone dan Konferensi Pemuda Se-Sulsel di Sengkang, Datu Luwu, Andi Jemma, melakukan kunjungan ke beberapa daerah dalam wilayah Kedatuan Luwu. Kunjungan ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan sikap Luwu tentang kemerdekaan dan juga mengatur kerjasama pertahanan di daerah perbatasan. Salah satu daerah yang dikunjungi Datu Luwu adalah Tana Toraja. Selain untuk mensosialisasikan sikap Luwu di daerah ini, juga untuk mengatasi insiden penolakan bendera Merah Putih.

Perjalanan keliling di Toraja ini dilakukan sekitar tanggal 20 Oktober 1945. Dalam kunjungan ini, Datu Luwu juga membawa juru pidato kawakan, agitator yang sangat lihai dan ahli propaganda yang sangat berpengalaman, Martin Guli Daeng Mallimpo. Selain itu, dalam rombongan itu turut pula utusan PRI yang sebenarnya ditugaskan ke Poso dan Kolaka, antara lain Andi Moh. Kasim, M. Sanusi Dg. Mattata (Kepala Penerangan dan Juru Bicara Pemuda Luwu) dan M. Landau. Mereka belum berangkat, sebab mobil dan motorboot yang akan mereka tumpangi sedang dalam perbaikan.6

Di Toraja, Datu Luwu Andi Jemma mengadakan dua kali rapat umum yang dilakukan berturut-turut, yakni yang bertempat di pasar Rantepao dengan didahului pengibaran bendera Merah Putih dan yang dilakukan di sebuah gedung di Makale yang dihadiri oleh 32 Kepala Distrik yang ada dalam wilayah Onder Afdeeling Makale Rantepao serta dihadiri pula oleh pemuka masyarakat dari bermacam-macam golongan di Tana Toraja.

Pada rapat umum pertama, di hadapan ribuan rakyat Tana Toraja, Andi Jemma Datu Luwu mengucapkan pidato yang menyatakan sikap tegas Luwu untuk mendukung kemerdekaan. Untuk itu Datu mengajak kepada seluruh Kepala Distrik, Parengnge-Parengnge, Tomakaka-Tomakaka (Kepala Kampung) dan ribuan rakyat Toraja untuk melakukan ikrar kesetiaan pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Selesai rapat umum, diadakan pawai oleh Pemuda-Pemuda Pejuang bersama rakyat.

Pada kesempatan itu, Andi Jemma Datu Luwu meresmikan pengurus PRI Luwu Cabang Tana Toraja yang sekaligus melantik A.Y.K. Duma Andi Lolo sebagai Kepala Pemerintahan Wilayah Tana Toraja.

Adapun susunan pengurus PRI Tana Toraja sebagai berikut:

Ketua                          : Machmud (Guru Muda)

Wakil Ketua I             : Balendeng Makkawaru

Wakil Ketua II           : Ichwan

Sekretaris                    : Puang Rante

Wakil Sekretaris         : John Laga

Persenjataan               : Muhammad dan Musa

Perlengkapan             : Paibing Makkawaru dan Ladia

Penghubung               : A.Y.K. Duma Andi Lolo

Keuangan                   : Makkulau, Lamadang dan H. Umar

Polisi Istimewa           : Abdul Gani

Pasukan Berani Mati : Tjora Makkawaru

 

Sementara dalam rapat kedua di Makale, M. Sanusi sebagai Kepala Penerangan dan Juru Bicara Pemuda Luwu, menguraikan tentang dasar-dasar kemerdekaan, tujuan dan langkah-langkah yang telah dan akan diambil oleh pemuda Luwu dalam mempertahankan kemerdekaan.

Selain itu, PRI juga menjelaskan tentang bantahan Pemerintah RI mengenai pamflet Belanda yang telah disebarkan melalui udara tersebut yang intinya berisi agar rakyat Indonesia bersabar menunggu pembentukan pemerintahan yang sah yang dilakukan oleh Belanda.7 Tak lupa juga dijelaskan tentang sikap dan pendirian Pemerintah Kedatuan Luwu yang diumumkan di Watampone.

Akibat propaganda yang dilakukan oleh Belanda melalui panflet tersebut, dalam rapat itu, terlihat banyak yang pesimis untuk bisa mempertahankan kemerdekaan, apalagi jika melihat persenjataan Belanda yang jauh lebih kuat dari Indonesia. Bahkan orang-orang yang pro Belanda malah membantu propaganda tersebut dengan mengatakan bahwa Belanda memang bangsa yang cerdas dan pintar, jauh lebih pandai dari bangsa Indonesia. Apalagi mereka memiliki senjata yang lengkap dan modern. Tentaranya juga berani dan terlatih dengan baik. Sekutunya banyak dan kuat, seperti Amerika, Inggris dan beberapa negara kuat lainnya. Belanda bahkan telah menundukkan Jepang dan Jerman yang terkenal garang. Maka kata mereka, tidak salah lagi bahwa Belanda yang pintar itu pasti berkuasa kembali di Indonesia.8

Hal yang terpenting yang diungkapkan dalam rapat kedua tersebut yakni penjelasan mengenai bendera Merah Putih yang ditolak oleh rakyat, sebab dianggap bendera Muhammadiyah. Hal ini dimaklumi, sebab Tana Toraja merupakan basis dari zending dan missi (Kristen) yang digunakan oleh Belanda untuk memprovokasi penolakan kemerdekaan Indonesia.

Pada saat kunjungan itu, M. Landau sempat melakukan perampasan senjata dan granat tangan dari tentara Jepang. Aksi M. Landau ini dibantu oleh pimpinan pemuda Tana Toraja, di antaranya Lamiri dan beberapa bekas Heiho, seperti Malik (berasal dari Sumatera). Dalam aksi tersebut, mereka berhasil merampas 7 peti granat tangan dan 5 pistol dari tangan Jepang.

Pada masa revolusi mempertahankan kemerdekaan ini peran tokoh-tokoh Muhammadiyah di Tana Toraja sangat nampak, utamanya terlihat pada susunan PRI Tana Toraja yang diresmikan oleh Datu Luwu, Andi Jemma.

Bukan hanya itu, dalam masa pergolakan tersebut banyak aktivis Muhammadiyah yang menjadi korban. Mereka yang ditembak dan jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan  Rantepao antara lain: Ichwan Rombe, Pandu HW, (ditembak di Pasar Makale), Musa, Pandu HW  (ditembak di Pasar Makale), Abdul Gani, Pandu HW, (ditembak di Pasar Rantepao), dan M. Said Marawe, Pandu HW (mati dianiaya di penjara Makale).

Sementara para pejuang yang diasingkan ke luar provinsi yakni: Mallabbang Makkawaru, Pandu HW (Makale, Makassar, Layang, Manado dan Gorontalo), La Wahe Tarsan Kaluku, Pandu HW (Makale, Makassar, Layang, Manado dan Gorontalo), dan Muhammad Kamase, Pandu HW (Makale, Makassar, Layang, Manado dan Gorontalo).

Adapun di antara mereka mendapat hukuman berat dan ditahan di beberapa penjara, termasuk Rumah Tahanan Militer (RTM) di antaranya: Balendeng Makkawaru, Pandu HW (Penjara Makale dan Layang), Tjora Makkawaru, Pandu HW (Penjara Makale dan Layang), Timo Makkawaru, Pandu HW (Penjara Makale dan Layang), dan Saila, Pandu HW (Penjara Makale dan Layang) dan Marra, Pandu HW (RTM).

 

Para pejuang yang ditahan di penjara Makale/Masamba, di antaranya: Laha, Pandu HW (Masamba), Abu Bakar, Pandu HW (Masamba), Puang Rante Allo (Makale), Lagha, Pandu HW (Makale), Kamaluddin, Pandu HW (Makale), Salahuddin, Pandu HW (Makale), Sainuddin, Pandu HW (Makale), Maru Mangolele (Makale) dan Nur Bitti (Makale).9 

 

3.  Muhammadiyah dalam Mengisi Kemer-dekaan

Keberadaan Muhammadiyah di Tana Toraja memang telah memberikan sesuatu yang cukup berharga, bukan hanya bagi kepentingan agama Islam, namun juga kepentingan masyarakat pada umumnya. Kendati Tana Toraja merupakan daerah yang mayoritas penduduknya menganut paham Aluk Todolo dan agama Kristen, namun keberadaan Muhammadiyah telah mampu menunjukkan jati diri dan komitmen perjuangannya, utamanya dalam bidang pengembangan pendidikan.

Dalam membangun komitmen tersebut, semangat Muhammadiyah di Tana Toraja tak pernah surut. Pada masa revolusi kemerdekaan, misalnya, Muhammadiyah memaksakan diri untuk kembali membuka sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ditutup oleh Jepang dan Belanda. Oleh Wa’ Ganing dan Made Ali, SMP Muhammadiyah dibuka kembali pada tahun 1948. Berturut-turut dibuka pula Program PGA 4 Tahun (1956). Selama setahun beberapa sekolah Muhammadiyah ditutup akibat peristiwa 1958 (konflik agama). Pada tahun 1959, SMP Muhammadiyah dibuka kembali bersama program PGA 4 tahun (1960). Pada tahun 1970, Muhammadiyah membuka program PGA 6 tahun. Dan di tahun 1979-1984 dibuka pula SMA Muhammadiyah (SMA ini, sejak 1984 dipindahkan ke To’Kaluku dan berhasil bertahan hingga tahun 1997).

Meski begitu sulit bertahan hingga kini, namun sekolah-sekolah yang dibangun oleh Muhammadiyah tersebut telah menggoreskan tinta emas pada perjalanan sejarah pendidikan di Tana Toraja. Cukup banyak orang-orang sukses bahkan hingga tingkat nasional, yang pernah menuntut ilmu di sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut, diantaranya, Prof. DR. Beddu Amang, Prof. Dr. Badrun Sakariah, Prof. Nasri, dan Prof. Noor Nasri Noor.

Mencermati kondisi riil tersebut, Muhammadiyah Tana Toraja tidaklah tinggal diam. Berbagai usaha pembenahan terus dilakukan untuk kembali membangun komitmen, khususnya dalam hal pendidikan. Karenanya, Muhammadiyah Tana Toraja tetap berusaha dan berhasil mendirikan kembali beberapa sekolah yakni 15 buah TK dan kelompok bermain, 2 buah SMP, 1 Madrasah Aliyah, 1 SMK dan 1 Pesantren. 

Demikian pula dengan sekretariat yang semakin lama dirasakan semakin tidak kondusif. Karenanya, setelah beberapa tahun Muhammadiyah Tana Toraja berkantor di Masjid Raya Makale, maka sejak tahun 1980, setelah Masjid Raya Makale terbakar, sekretariat Pimpinan Daerah Muhammadiyah pun dipindahkan ke Jln. Musa.

Di sekretariat yang merupakan bangunan sejak zaman Belanda ini segala aktivitas Muhammadiyah digerakkan. Hingga dalam masa kepemimpinan H.M. Yunus Kadir (2000-2005 dan 2005-2010), sekretariat ini dilakukan renovasi secara total dan sekarang telah menjadi Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Tana Toraja dengan konsep bangunan yang cukup representatif.


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website